Monday, April 30, 2012

10 Kesalahan dalam Menggapai Kebahagiaan

Lagi, dari Daniel Wong, inspirator muda yang blognya--Living Large--telah membantu banyak pelajar, pengajar, dan orang tua untuk memaksimalkan pendidikan, karier, dan kehidupan mereka.


Baru-baru ini aku keluar makan siang bareng empat orang teman.

Obrolan kami pun sampai pada topik berita terpanas hari itu: seorang pria sukses dan terkenal mundur dari jabatan pentingnya pas umurnya masih 40-an. Dia nggak pernah menjelaskan ke media kenapa dia mundur.

Teman-temanku mulai melontarkan dugaan-dugaan mereka tentang alasan mundurnya bapak itu.

"Pasti ada praktik pencucian uang di belakang semua ini!"

"Atau dia ketahuan terlibat sebuah affair."

"Yang jelas aku yakin ada sebuah skandal besar yang belum terkuak di sini."

Sebagai orang yang selalu memandang hal-hal baik dalam diri orang lain (dan juga seorang idealis dari hati!), aku menawarkan sebuah kemungkinan lain, "Mungkin dia mundur dari jabatannya untuk mengejar impiannya."

Tanggapan seia-sekata dari teman-temanku sungguh tak terlupakan!

"Impian? Impian apa lagi? Orang itu ya, kalau umurnya udah 40-an, udah nggak punya impian apa-apa lagi!"

Orang yang sudah berusia 40 tahun nggak punya impian apa-apa lagi.

Bener nggak, sih?!


-------

Obrolan makan siang itu membuat aku merenung tentang apa artinya mengejar impian. Atau lebih luas lagi, aku jadi merenung tentang apa artinya menggapai kebahagiaan. 

Biar lebih jelas, kalau aku membahas tentang kebahagiaan, aku nggak membicarakan tentang sebuah perasaan yang temporer. Aku mengacu pada sesuatu yang kamu alami pada tingkat yang jauh lebih dalam, bahkan ketika kamu nggak merasa ceria. Aku berbicara tentang kepuasan jangka panjang.
Berdasarkan definisi kebahagiaan itu, aku perhatikan bahwa kebanyakan orang yang aku jumpai tidak merasa bahagia. Aku sih bukan pakar kebahagiaan, tapi aku mencermati beberapa kesalahan yang dibuat orang-orang dalam perjuangan mereka menggapai kebahagiaan, kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan mereka tidak merasa bahagia.

Ini dia daftarku:

Kesalahan #1: Berhentilah mengejar impianmu.
Aku nggak secara idealis bilang bahwa setiap saat adalah waktu yang tepat untuk mengejar impian. Kita semua punya tanggung jawab dan kewajiban yang harus kita penuhi. Tapi itu juga nggak berarti bahwa kita harus menyerah dan melupakan impian kita. Bagaimana pun juga, impianlah yang membuat kita punya semangat hidup. Bahkan jika impian masa kecil kita sudah mati, nggak pernah ada kata terlambat untuk mengimpikan sebuah impian baru.

Kesalahan #2: Abaikan orang-orang terdekatmu.
Pada titik tertentu, kita semua sebenarnya sadar bahwa inti kehidupan itu adalah membangun hubungan. Toh karena kesibukan, dengan mudah kita mengabaikan hubungan-hubungan yang paling berarti dalam kehidupan kita. Mari kita ingat-ingat bahwa melakukan ini adalah jalan yang pasti berujung pada ketidakbahagiaan.


Kesalahan #3: Jangan ambil tanggung jawab penuh atas kehidupanmu.
Bertanggung jawab penuh atas kehidupan kita bukan berarti bahwa kita bisa mengendalikan segala hal yang terjadi pada kita, karena nyata-nyata kita nggak bisa melakukannya. Bertanggung jawab penuh atas kehidupan kita berarti bahwa kita menyadari kekuatan kita untuk mengendalikan sikap kita dalam situasi apa pun, nggak peduli seberapa nggak adil atau buruknya kejadian yang kita alami. Ini juga berarti bahwa kita nggak menyalahkan orang lain atas perasaan atau kekecewaan yang kita alami.

Kesalahan #4: Puaskan semua orang.
Kita nggak mungkin jadi segala-galanya bagi semua orang, jadi jangan coba-coba melakukannya. Kemungkinan kegagalannya seratus persen, bahkan kalaupun kita berusaha sekuat tenaga.

Kesalahan #5: Katakan "ya" terlalu sering.
Dalam Good to Great, filsuf bisnis Jim Collins mengamati bahwa musuh "hebat" itu bukannya "buruk". Musuh "hebat" itu "baik". Hampir selalu, keputusan yang buruk sudah memperlihatkan keburukannya dari awal, sehingga kita sama sekali nggak tertarik mengambilnya. Keputusan-keputusan yang baik--hal-hal yang menguntungkan untuk jangka pendek tapi merugikan untuk jangka panjang--inilah yang seringkali mengalihkan perhatian kita saat seharusnya kita mengambil keputusan yang hebat. Kalau kita ingin kebahagiaan, kita perlu dengan sengaja mengorbankan hal-hal menyenangkan yang sifatnya sementara, demi memperoleh hanya yang terbaik. Kita harus bisa mengatakan "tidak" pada semua hal yang baik dan "ya" hanya pada hal-hal yang hebat.

Kesalahan #6: Jangan menerima dirimu apa adanya.
Komitmen untuk terus memperbaiki diri sendiri memang harus terus kita pegang, tapi pada saat yang sama kita juga harus bisa menerima diri kita sendiri apa adanya--talenta, kekuatan, kelemahan, kesalahan, apa pun juga. Kalau kita nggak bisa menerima diri kita apa adanya, akibatnya kita akan punya rasa percaya diri yang rendah dan dihantui rasa inferioritas Gimana mau bahagia kalau minder akut?

Kesalahan #7: Teruslah hidup di masa lalu atau masa depan.
Ternyata hidup di masa lalu itu cukup menggoda, dengan segala penyesalan, kegagalan, dan kesedihan kita. Hidup di masa depan sama menariknya, dengan segala kekhawatiran, ketakutan, dan harap-harap cemas kita. Toh kita harus selalu mengingatkan diri kita untuk hidup sepenuhnya di masa sekarang, karena hanya di masa sekarang inilah kita bisa mengambil tindakan nyata dan menciptakan kesuksesan yang sesungguhnya dalam hidup kita.

Kesalahan #8: Mengeluh aja terus.
Kalau kamu mengeluh, kamu nggak bakalan maju. Satu-satunya tujuan mengeluh adalah untuk membenarkan perasaan-perasaan negatif dan marah yang kamu rasakan. Padahal kita tahu, semakin marah semakin jauh kita dari perasaan bahagia.

Kesalahan #9: Tonton TV banyak-banyak.
Survey menunjukkan bahwa rata-rata orang yang hidup di negara berkembang menonton televisi sekurang-kurangnya 3 jam sehari. Mudah-mudahan statistik itu bikin kamu ketakutan. Aku nggak bilang bahwa nggak ada acara TV yang patut ditonton. Cuma, coba bayangkan hal-hal lain yang bisa kamu lakukan di waktu luangmu. Memang benar sih, TV bisa menginspirasi kita, tapi ke arah yang salah. Banyak acara yang menginspirasikan ketamakan, nafsu, ketakutan, dan kebencian. Jelas-jelas bukan jalan yang benar menuju kebahagiaan.

Kesalahan #10: Ambillah keputusan pas lagi emosi.
Orang yang nggak bahagia biasanya nggak puas pada keadaan mereka, yang seringkali adalah akibat dari pengambilan keputusan yang buruk. Saat kita merasa sedih, marah, takut, atau frustrasi, kita sedang berada pada kondisi mental dan emosional yang tidak tepat untuk mengambil keputusan. Seperti kita sadari, setiap keputusan memiliki konsekuensi. Jadi bilamana mungkin, tundalah sampai perasaan kita tenang dan emosi kita mereda sebelum mengambil keputusan.


Hati-hati, ya. Jangan melakukan kesalahan-kesalahan di atas selagi menggapai kebahagiaanmu. Dunia ini memercayakan dirinya pada orang-orang bahagia, karena merekalah yang mampu membuat perubahan ke arah yang lebih baik.


Diterjemahkan asal-jadi dari  
10 Mistakes Made in the Pursuit of Happiness
oleh Daniel Wong
Gambar dari Google

Sunday, April 29, 2012

Lima Penyesalan

Paulo Coelho membagikan cerita ini dalam blognya, dan mengingatkan saya bahwa hidup yang simpel adalah hidup yang dijalani sesuai dengan apa yang kita yakini.


Bertahun-tahun aku bekerja dalam sebuah pendampingan paliatif. Pasienku adalah orang-orang yang telah dinyatakan secara medis tak bisa disembuhkan dari penyakitnya. Aku berada di tengah-tengah mereka selama tiga sampai dua belas minggu terakhir dalam hidup mereka.

Ketika ditanya tentang penyesalan-penyesalan yang mereka rasakan, atau hal-hal yang ingin mereka ubah di masa lalu, beberapa jawaban umum selalu mengemuka. Inilah lima jawaban yang paling umum:

1. Aku menyesal tak punya cukup nyali untuk menjalani hidup sesuai dengan yang aku yakini, bukan hidup yang orang lain harapkan aku jalani.
Ketika orang menyadari bahwa hidup mereka hampir berakhir, dan menengok kembali ke belakang, sangatlah mudah untuk melihat betapa banyak impian yang berlalu tanpa dijadikan kenyataan. Kebanyakan orang harus meninggal dengan mengetahui bahwa semua ini terjadi karena pilihan yang telah mereka buat, atau yang tidak mereka buat. Pada saat kamu kehilangan kesehatanmu, semuanya sudah terlambat. Kesehatan memberikan sebuah kebebasan, yang jarang sekali kita sadari sampai kita kehilangannya.

2. Seandainya saja dulu aku tidak bekerja terlalu keras.
Penyesalan yang satu ini datang dari setiap pasien priaku. Seluruh pria yang kurawat merasa sangat menyesal telah melewatkan terlalu banyak waktu dalam hidup mereka untuk bekerja, dan mengabaikan hal-hal penting lainnya.

3. Aku menyesal tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku.
Banyak orang memendam perasaannya supaya tetap berdamai dengan orang lain. Akibatnya mereka menjalani hidup setengah-setengah, dan tidak pernah menjadi sesuatu yang sebenarnya mampu mereka capai. Padahal banyak penyakit yang berkembang akibaat kepahitan dan dendam yang mereka bawa-bawa seumur hidup mereka.

4. Aku menyesal telah kehilangan teman-temanku.
Seringkali orang tidak menyadari arti kawan-kawan lama sampai minggu-minggu terakhir dalam hidupnya, dan pada saat itu tidaklah mudah untuk melacak keberadaan orang-orang itu. Banyak orang begitu terperangkap dalam kehidupannya sendiri sampai-sampai membiarkan persahabatan yang indah memudar dan berlalu seiring berjalannya waktu. Ada penyesalan yang begitu dalam karena tidak memberikan cukup waktu dan perjuangan untuk mempertahankan persahabatan. Setiap orang selalu merindukan kehadiran teman-teman mereka ketika hidup mereka akan berakhir.

5. Seandainya saja dulu aku membiarkan diriku lebih berbahagia.
Ini suatu hal yang sangat mengejutkan. Banyak orang terlambat menyadari bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Mereka semua terpaku pada rutinitas dan bertahan pada kebiasaan-kebiasaan lama, sesuatu yang disebut "kenyamanan" karena kebiasaan telah merasuki perasaan mereka, dan fisik mereka juga. Ketakutan akan perubahan membuat mereka berpura-pura pada orang lain, dan pada diri sendiri, bahwa mereka sudah cukup puas dengan apa yang ada. Di balik itu, sebenarnya mereka begitu mendambakan bisa tertawa lepas dan mendapatkan kembali keceriaan dalam hidup mereka.


Catatan penerjemah:
 Aku selalu sepakat dengan yang dikumandangkan lantang-lantang oleh Jon Bon Jovi dalam It's My Life, "I just wanna live while I'm alive."

Aku cuma kepingin hidup selagi masih hidup.


Diterjemahkan asal jadi dari "The Five Regrets"

Wednesday, April 25, 2012

Nggak Kenal

Pelatih bulu tangkis itu sedang menyemangati tim asuhannya.

"Apakah Rudy Hartono pernah menyerah?!" serunya kepada mereka.

"Tidak!!!" jawab timnya dengan kompak.

"Apakah Susi Susanti pernah menyerah?!" seru sang pelatih lagi, lebih keras.

"Tidaaak!!" timnya menjawab tak kalah kerasnya.

"Apakah Ismanto Sandjaja pernah menyerah?!" seru pelatih itu lagi.

Hening sejenak. Lalu salah seorang anggota timnya bertanya, "Siapa itu Ismanto Sandjaja?"

Sang pelatih tersenyum, dan menjawab, "Tentu saja kalian nggak kenal, karena dia menyerah."


Inspirasi dari buku "Jangan Mau Jadi Paku, Jadilah Palu!" suntingan Tama Sinulingga

Monday, April 23, 2012

Temukan "Aliran"-mu!

(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)


Berada dalam "aliran" berarti terserap secara tidak sadar. Pikirkan situasi saat dirimu begitu terjebak dalam sebuah aktivitas yang membuat pikiranmu tidak mengembara, yang membuatmu terlupa akan sekelilingmu, dan membuat waktu serasa terbang melayang.... --David Myers


Apakah kesamaan para pencapai yang hebat ini: Mozart, yang mengarang 600 komposisi musik; Thomas Alva Edison yang telah mematenkan 1.093 penemuan; dan Isaac Asimov yang menulis 475 buku? Mereka telah menemukan "aliran" mereka. Apa sih "aliran" itu? Lihatlah gambar di bawah.


Jika tantangan pekerjaanmu besar tapi keahlianmu tidak cukup tinggi, hasilnya adalah kecemasan. Inilah yang terjadi pada seorang salesman baru, yang pingsan setiap kali menghadapi klien. Dia harus segera berganti karier--mungkin menjadi petugas pemeriksa ketebalan kasur di sebuah pabrik dipan--atau segera membekali dirinya dengan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keahliannya dalam melakukan penjualan.

Jika tantangan pekerjaanmu kecil dan keahlianmu rendah juga, kamu akan mengalami apatisme. Contohnya adalah seorang akuntan yang tidak tahu bagaimana cara menggunakan kalkulator, tapi tidak merasa khawatir sedikit pun, karena dia bekerja di perusahaan milik ayahnya.

Jika tantangan pekerjaanmu rendah tapi keahlianmu tinggi, kamu akan terjebak dalam kebosanan. Seorang perajin dan tukang kayu yang memiliki kemampuan membangun rumah-rumah yang besar dan bagus akan mengalaminya jika dia bekerja di sebuah perusahaan pembuat peti mati.

Jika tantangan pekerjaanmu besar dan keahlianmu juga sepadan tingginya, maka kamu akan mendapatkan hasil yang terbaik: "aliran"-mu. Saat dirimu bekerja, waktu seolah tidak ada artinya. Kamu asyik dengan dirimu sendiri, kamu merasa seakan-akan terlahir untuk pekerjaanmu, dan jika kamu punya kesempatan untuk mengulang hidupmu kembali, kamu tetap akan memilih profesi yang sama.

Itulah "aliran"-mu. Temukan dia.


Nilailah pekerjaanmu saat ini. Apakah cukup memberimu tantangan? Dan apakah kamu punya cukup keahlian yang sepadan dengan tantangan itu? Jika kamu menemukan ketidaksepadanan, apa yang bisa kamu perbaiki?



(Gambar dari Mihaly Csikszentmihalyi dan Isabella Selega Csikszentmihalyi, "Optimal Experience: Psychological Studies of Flow of Consciousness", sebagaimana dikutip oleh David Myers dalam "The Pursuit of Happiness")
 

Sunday, April 22, 2012

Hubungkan Pekerjaanmu dengan Misi Hidupmu

(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)


Seorang temanku bekerja sebagai teknisi untuk sebuah pengelola gedung. Dia menghabiskan sebagian besar jam kerjanya dengan obeng-obeng, solder, dan palu-palunya. Tapi selepas jam lima sore, sebelum pulang ke rumah, dia selalu mengunjungi "sahabat-sahabat"-nya di sebuah kawasan kumuh di kota itu. Kapan pun dia melihat sekelompok anak jalanan, dia membeli sebongkah roti, duduk bersama mereka di kakilima, lalu bercanda dan bercakap-cakap tentang kehidupan sambil mengudap roti.

Dia memiliki hasrat untuk membantu anak-anak jalanan, sebuah hasrat untuk melihat mereka tumbuh menjadi manusia yang lebih baik daripada kondisi mereka saat ini. Tak perlu waktu yang terlalu lama buat dia untuk menyadari bahwa inilah misi hidupnya. Bisakah dia membuatnya sebagai pekerjaan juga?

Jawabannya adalah ya. Tak lama setelahnya, dia mengundurkan diri dari pekerjaannya. Saat ini, bersama dengan istrinya, temanku menghidupi tujuh belas anak jalanan dalam rumah mereka setiap hari. Dan dengan keahliannya membuat barang-barang, dia membantu mereka belajar banyak keahlian baru juga. Dia menulis sendiri surat-surat penggalangan dana, mendapatkan banyak dukungan dari pribadi-pribadi yang dermawan, dan membantu anak-anak ini bersekolah. Sama seperti buat semua orang lain di dunia ini, buatnya hidup pun kadang-kadang terasa berat. Ada saat-saat ketika keuangan mereka ada di bawah, tapi tidak sedikit pun dia menyesali keputusannya, karena dia menjalankan misi hidupnya.

Aku punya satu orang teman lagi. Profesinya adalah seorang perawat, tapi dia begitu mencintai musik sampai-sampai dia tidur dan terbangun setiap hari dengan keyboard synthesizer dalam pelukannya. Dia merasa bahwa misi hidupnya adalah bermusik dan mengisi jiwa-jiwa sesamanya dengan melodi Tuhan. Solusinya? Dia memutuskan untuk bekerja sebagai perawat pribadi--yang tidak bekerja di rumah sakit--yang bisa memberinya kebebasan untuk bekerja paro waktu sebagai seorang pemusik dalam sebuah organisasi keagamaan, dan bahkan juga untuk mendapatkan sedikit keuntungan dalam bisnis entertainment.

Aku percaya bahwa kita semua diciptakan untuk suatu misi, dan misi itu sudah diperisiapkan untuk kita sebelumnya. Dia cuma sedang menunggu untuk kita jalankan dan kita selesaikian!

Jika kita bisa menghubungkan misi kita dengan pekerjaan kita, kita bisa menjadi orang yang paling berbahagia di planet ini.


Apakah misi hidupmu? Temukan karunia-karunia yang telah diberikan oleh kehidupan padamu. Pikirkanlah bagaimana keahlian dan talenta-talenta itu bisa memberikan sumbangan untuk sebuah dunia yang lebih baik. Pikirkanlah bagaimana mereka bisa membantumu mengangkat kualitas hidup orang banyak. Dan, yang terpenting, pikirkanlah cara-cara untuk mengubahnya menjadi pekerjaanmu.


 Gambar dari Google.

Kerjakan Hal Yang Kamu Sukai, dan Dapatkan Uang Darinya!

(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)

 
Takkan ada kenikmatan hidup tanpa kenikmatan bekerja.—Thomas Aquinas


Kita menghabiskan 60% dari waktu kita (di luar saat tidur) untuk pekerjaan kita. Jadi, kalau kita tidak bisa berbahagia karena pekerjaan kita, artinya 60% hidup kita tidak bahagia!

Untuk membuat hidup kita simpel, kita harus menemukan hal-hal yang kita sukai untuk kita kerjakan, dan mendapatkan uang dari hal-hal tersebut. Kita perlu menemukan “hasrat” kita, dan menghubungkannya dengan pekerjaan kita.

Sebagai seorang penulis, riset-risetku menuntutku membaca ratusan buku dalam setahun. Tapi aku tidak merasakannya sebagai beban, karena aku suka membaca. Bahkan jika pekerjaanku bukan penulis pun, aku tetap akan membaca buku sebanyak itu, karena aku sangat menyukainya. Jangan tertawa, ya… tapi fantasi favoritku adalah menjadi seorang petugas keamanan yang ditugaskan menjaga sebuah pulau terpencil—jadi tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali membaca sepanjang hari…

Aku ingat pernah menelepon direktur keuangan kami pada jam sepuluh pagi. Aku bertanya, “Apakah aku mengganggumu sekarang?” Dan dia menjawab, “Becanda kamu, Bo. Aku lagi nyantai sekarang.”

“Nonton TV?” tanyaku lagi, menyelidik.

Nggak, lah…. Aku sedang memeriksa laporan-laporan keuangan organisasi kita.”

Aku nyaris jatuh terduduk di kursiku. “Begitu kaubilang nyantai?”

Dia mengiyakan. Dia merasa benar-benar bahagia dan hidup saat memegang pensil, kalkulator, dan terbenam dalam bertumpuk-tumpuk kertas berisi angka-angka—dan tidak ada yang lain kecuali angka-angka. Inilah “hasrat”-nya, dan adalah sebuah keistimewaan baginya bahwa inilah mata pencahariannya. Tapi aku yakin, seandainya pun dia tidak dibayar, dia akan tetap mau melakukannya.

Lebih dari itu, membuat “hasrat”-mu sebagai pekerjaanmu tidak saja menyenangkan. Bisa jadi inilah cara terbaikmu untuk mencukupi kebutuhanmu dan mendapatkan kelebihannya untuk dibagikan kepada orang lain.

Menurut sebuah studi tentang para miliarder, mayoritas dari mereka menjadi kaya raya bukan karena memiliki suatu ambisi yang besar untuk menjadi kaya, melainkan karena mereka menemukan pekerjaan yang benar-benar mereka cintai dari dalam hati mereka. “Keberuntungan” mereka secara finansial datang dari pengabdian mereka sepenuh hati pada suatu bidang yang benar-benar mereka nikmati. Semesta hormat kepada mereka yang yakin bahwa mereka ada di tempat yang tepat melakukan sesuatu yang tepat….
--Allan Loy Mcginnis, The Balanced Life

Kerjakan hal-hal yang kamu sukai, dan dapatkan uang darinya.


Gambar dari Google.




Haloooo!!!

Seberapa percaya kita pada Tuhan?
 

Seseorang terjatuh ke sebuah sumur yang dalam, dan setelah beberapa meter terjungkir balik, akhirnya dia berhasil meraih seutas akar yang terjulur dari dinding sumur itu. Bagaimana pun, pegangannya pada akar itu semakin melemah, dan dengan putus asa dia pun berteriak, "Haloooo!!! Ada orang di luar sana???"

Tidak ada jawaban.

Dia mendongak dan yang terlihat hanya langit berawan dari bibir sumur itu.

Sekonyong-konyong, dilihatnya awan itu terbelah dan seberkas sinar terang memancar dari sana menembus masuk ke dalam sumur. Dan terdengarlah suara menggelegar, "Aku, Tuhanmu, ada di sini. Lepaskan peganganmu dari akar itu, dan Aku akan menyelamatkanmu."

Orang itu berpikir sejenak, memandang ke dasar sumur yang tak terlihat itu, lalu dengan muka panik kembali berteriak dengan putus asa, "Haloooooooooo!!! Ada orang lain di luar sana???"


Dari: Plato and a Platypus Walk Into a Bar... oleh Thomas Cathcart & Daniel Klein
Gambar dari Google.

Saturday, April 14, 2012

Kejarlah Impian Hidupmu!


(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)


Banyak hal dianggap mustahil, sampai benar-benar dilakukan. --Louis Brandeis



Hidup yang simpel berarti hidup dengan satu tujuan. Tidak dengan beberapa tujuan. Kamu tidak mungkin menghabiskan energimu di mana-mana untuk melakukan hal-hal secara acak dan tak terkoordinasi.

Beberapa tahun yang lalu, aku memutuskan untuk menuliskan visi hidupku. Aku menyisihkan waktu untuk diriku sendiri, berdoa, lalu menuliskan gambaran hidup yang aku inginkan dalam dua puluh tahun ke depan. Aku menulis tentang pekerjaan yang ingin aku lakukan, relasi yang ingin aku perjuangkan, proyek-proyek yang ingin aku buat, anak-anak miskin yang ingin aku bantu, rumah sederhana yang ingin aku tinggali, mobil sederhana yang akan aku kendarai, bahkan juga tentang gambaran diriku sendiri sebagaimana yang aku inginkan. Pada dasarnya aku menuliskan impian-impian hidupku. Dan dokumen itu masih tersimpan rapi di komputerku, dengan nama Impian Hidup Bo.

Aku percaya bahwa aku tidak melakukannya sendirian. Aku menciptakannya bersama-sama dengan sang Pencipta. Aku punya keyakinan yang teguh bahwa Dia terlibat dalam kehidupanku sehari-hari, dan Dia pun mempunyai impian-impian atas hidupku.

Aku juga menyimpulkan misi hidupku dalam satu pernyataan: untuk membagikan kepenuhan hidup bersama dengan orang lain, khususnya dengan mereka yang kekurangan, melalui ceramah, tulisan, persahabatan, dan keluarga. Setiap kali aku membacanya, aku merasakan aliran listrik di sekujur tubuhku!!! 

Sekarang aku bertahan pada misi hidupku itu. Aku tidak mengurus perusahaan, aku tidak melakukan administrasi, aku tidak menjual barang, aku tidak membangun gedung-gedung. Aku cuma berfokus pada tujuan hidupku.

Bagaimana kamu bisa menemukan impian hidupmu?

Pertama, temukan keinginan murni yang ada dalam jiwamu. Karena jauh di dalam lubuk hatimu, kamu pasti menginginkan sesuatu yang akan kauusahakan sekuat tenaga untuk mencapainya, karena inilah proyek hidupmu. Mungkin awalnya tidak begitu jelas, dan bisa jadi perlu bertahun-tahun jatuh bangun untuk bisa melihatnya, namun begitu penglihatan itu sudah menguasai pikiranmu, kamu tidak bakalan berjalan ke mana pun, kecuali mendekat ke arahnya.

Kedua, temukan kekuatan yang telah dikaruniakan kepadamu. Bila kamu diserahi suatu tugas mulia, yakinlah kamu akan mendapatkan kekuatan sebesar tugas itu. Kamu menyadari bahwa semua tempaan, semua cobaan, dan semua pengalaman hidupmu adalah persiapan jalanmu untuk mencapai proyek hidupmu yang sudah menunggu di suatu tempat selama ini.

Ketiga, temukan pintu-pintu kesempatan yang terbuka. Selalu ada pintu kesempatan yang terbuka sebelum kamu mulai melangkah menuju pencapaian impian hidupmu. Terbukalah. Bertekunlah. Dan miliki keyakinan.


Hidup seperti apa yang benar-benar kamu inginkan?

Apakah kamu ingin travelling?
Bertemu dengan orang-orang baru serta berbagi kehidupan dan cinta?
Menjalankan sebuah rumah peristirahatan di tepi pantai?
Mengadopsi dan hidup bersama dua belas anak yatim piatu dalam sebuah rumah yang besar?
Menulis sebuah novel yang akan memberi inspirasi bagi ribuan orang?
Bekerja paro waktu supaya kamu punya lebih banyak kesempatan untuk membantu sesama?
Memulai sebuah bisnis catering kecil-kecilan?
Membangun sebuah cottage milikmu sendiri di sebuah pulau terpencil?
Mendirikan sebuah sekolah?
Menjadi seorang ibu full-time untuk anak-anakmu--dan anak-anak teman-temanmu?

Apa pun itu, kejarlah impian hidupmu!



 Gambar dari Google.

Jangan Bekerja Hanya Untuk Uang

(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)



Banyak orang telah bekerja di bidang yang mereka sukai. Tapi karena mereka memiliki gaya hidup yang menuntut biaya tinggi, akhirnya mereka berpindah karier untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi pula, padahal karier baru ini bukanlah sesuatu yang mereka sukai. Ya, mereka memang menjadi lebih kaya, tapi lebih sengsara, karena bekerja hanya untuk uang.

Padahal....

Jika kita menghabiskan uang lebih sedikit, kita bisa bekerja lebih sedikit.

Jika kita bekerja lebih sedikit, kita bisa bermain lebih banyak.

Jika kita bermain lebih banyak, kita bisa menggunakan waktu kita untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Kita memang harus bekerja untuk menghasilkan uang, tapi tidak dengan mengorbankan hal-hal yang kita yakini, orang-orang yang kita sayangi, dan diri kita sendiri. Prinsipnya adalah: Kepuasan bukanlah mendapatkan yang kamu inginkan, melainkan menginginkan apa yang telah kamu dapatkan.

Aku punya teman seorang salesman yang menolak tawaran untuk mengisi sebuah posisi manajerial di perusahaannya. Dia bilang bahwa meskipun dia senang dibayar lebih mahal sebagai seorang manajer, dia tidak bisa membayangkan dirinya bekerja di dalam ruangan, cuma duduk mengatur para salesman bawahannya. Dia merasa itu bukanlah panggilan hidupnya. Karenanya, dia memilih untuk bertahan pada sesuatu yang dia sukai: menjual.

Dia tetap membuat kebutuhan hidupnya simpel, dan cukup puas dengan pekerjaannya.

Dia orang yang sangat berbahagia.

Jangan bekerja hanya untuk uang.


Apakah kamu bahagia dengan pekerjaanmu?
Apa yang paling suka kamu lakukan dalam hidupmu? Apa “gairah”-mu? Bisakah kamu membuat “gairah” itu menjadi mata pencaharianmu?



 Gambar dari Google.

Ada dan Tiada

Inspirasi cerita di bawah ini datang dari video yang dibagikan seorang teman kepada saya. Waktu itu saya baru saja mem-post sebuah cerita terjemahan ke wall Facebook saya, dan dia menanggapi, "Cerita itu mirip sama video ini. Kamu pasti suka." Saya memang menyukainya, sampai-sampai ingin membagikannya kembali di sini.



"Saya akan buktikan pada kalian," kata seorang profesor di depan kelas, "bahwa jika benar Tuhan itu ada, maka Dia itu jahat."

Murid-muridnya mendengarkan dengan saksama.

"Apakah Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada?" tanya Profesor. Murid-murid mudanya mengangguk-anggukkan kepala.

Lanjutnya, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, maka Dia juga menciptakan kejahatan. Berarti Dia juga jahat..."

"Maaf, Profesor!" tiba-tiba seorang murid berseru dari bangkunya, lalu bangkit berdiri. 

"Apakah dingin itu ada?" tanya bocah laki-laki itu.

"Pertanyaan macam apa itu?" tanya Profesor itu. "Tentu saja dingin itu ada. Apakah kau tidak pernah kedinginan?"

"Sebenarnya, Profesor, dingin itu tidak ada," lanjut bocah itu. "Menurut hukum-hukum fisika, yang kita sebut dingin itu sebenarnya adalah ketiadaan panas."

Profesor itu terdiam, dan murid itu melanjutkan lagi, "Profesor, apakah kegelapan itu ada?"

"Tentu saja ada," jawab Profesor.

"Maaf, Profesor. Anda salah," kata bocah itu. "Kegelapan juga tidak ada, karena sebenarnya kegelapan adalah ketiadaan cahaya. Kita bisa mempelajari cahaya, tapi tidak demikian halnya dengan kegelapan."

Profesor menundukkan kepala, menyadari kebenaran kata-kata muridnya.

Bocah laki-laki itu terus berkata-kata, "Kejahatan itu tidak ada, seperti halnya dingin dan kegelapan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah ketiadaan kasih Tuhan dalam hati manusia."

Kita semua mengenal bocah itu.

Dia adalah Albert Einstein.


Gambar dari Google.

Thursday, April 12, 2012

Jangan Berusaha Terlihat Kaya

(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)



Dalam buku terlaris mereka, Millionaires Next Door, penulis Thomas Stanely dan William Danko terkagum-kagum atas fakta yang mereka temukan, bahwa miliarder tulen di Amerika mempunyai selera yang sederhana. Aku ulangi lagi, jangan-jangan kamu pikir aku salah ketik: Kebanyakan miliarder tulen memiliki gaya hidup yang sederhana.

Dalam buku mereka, miliarder tulen tidak didefinisikan dengan jumlah uang yang bisa dia peroleh--melainkan dengan kekayaan yang dia miliki (yaitu harta yang bisa dia bilang sebagai miliknya--properti, investasi, dana cadangan, dsb). Kamu bisa saja memperoleh berkarung-karung uang, tapi tidak serta merta itu berarti bahwa kamu kaya. Kamu bisa menghasilkan berjuta-juta rupiah tapi masih juga terbenam dalam utang, masih memiliki kekhawatiran finansial, dan memiliki kekayaan senilai sebuah donat--karena kamu terus menghabiskan uang yang kauperoleh untuk hal-hal yang tidak perlu.

Jangan shock, tapi kedua penulis itu menemukan bahwa kebanyakan orang kaya tulen jarang sekali mengenakan baju bikinan desainer, jarang tinggal di rumah-rumah mahal, jarang berlibur ke tempat-tempat mahal, dan jarang membeli mobil-mobil mewah. Jadi, di mana mereka menaruh uang mereka? Mereka hidup jauh di bawah kapasitas penghasilan mereka, jadi mereka bisa menabung lebih banyak uang, dan menggandakan uang mereka melalui bisnis dan investasi. Kebanyakan dari mereka bisa menabung 20% atau lebih dari total pendapatan mereka! Ini berarti mereka menyimpelkan hidup mereka.

Lihat fakta di bawah ini.

Menurut survei yang mereka lakukan, 66% pembeli mobil mewah TIDAK benar-benar kaya. Jadi lain kali, kalau kamu ngiler mellihat sebuah Porsche atau Ferrari meluncur mulus di depan hidungmu saat kamu mengendarai BMW-mu (BMW = bebek merah warnanya), hadapilah kenyataan yang sesungguhnya. Ada 66% kemungkinan bahwa pemiliknya hidup di atas kemampuannya, dan dia terbenam dalam utang yang bunganya mencekik leher--dan konsekuensinya, tidak bisa tidur senyenyak dirimu.

Kebanyakan orang kaya tulen memiliki mobil sederhana dan tidak menjualnya selama beberapa tahun, bahkan 36% di antara mereka tidak merasa malu membeli mobil bekas!

Kebanyakan orang kaya tulen tidak tinggal di villa-villa besar dan mewah. Alasan yang mereka kemukakan, tinggal di tempat seperti ini berarti pengeluaran biaya perawatan yang besar--sesuatu yang bahkan buat mereka adalah sebuah pemborosan. Mereka lebih memilih tinggal di rumah yang lebih sederhana, bahkan tetap tinggal di sana selama 30 tahun atau lebih.

Salah satu fakta paling mengagumkan yang dijumpai kedua penulis itu adalah bahwa orang kaya tulen setia pada satu pasangan dalam sebuah ikatan pernikahan (tanpa perceraian, tanpa alimoni--uang tunjangan untuk mantan pasangan). Mereka mempunyai keluarga yang cukup bahagia. Mereka mengajarkan kepada anak-anak mereka nilai-nilai terpenting dalam kehidupan: kesederhanaan, keugaharian, dan kerja keras.

Jadi, jangan berusaha terlihat kaya. Berusahalah jadi kaya.


Apakah kamu membanding-bandingkan dirimu dengan tetangga atau temanmu yang lebih kaya? Hentikan kebiasaan itu. Berbahagialah atas apa, di mana dan siapa dirimu yang sesungguhnya.

Jadilah Penabung yang Kreatif

(Dari buku SIMPLIFY And Live the Good Life karya Bo Sanchez)


Di bawah ini adalah beberapa cara ampuh untuk menyelamatkan masa depanmu dan menjadi penjaga yang baik untuk keuanganmu. 


Tabungan Otomatis
Jika kamu bisa mengaturnya bersama perusahaan tempatmu bekerja dan/atau bank tempatmu menabung, cobalah minta mereka secara reguler menyisihkan sebagian dari gajimu untuk secara otomatis dimasukkan ke rekening tabunganmu--bahkan sebelum kamu menyadarinya!

Tabunglah Kenaikan Gajimu
Jika perusahaan memberimu kenaikan gaji, langsung masukkan kenaikan itu ke dalam tabunganmu, dan hiduplah dengan gaji lamamu. Kamu akan melihat buahnya, bahkan dalam waktu satu tahun! 

Tetaplah Membayar Cicilanmu Setelah Lunas
Kamu sudah melunasi cicilan mobilmu? Atau rumah? Atau cicilan kartu kredit? Selamat! Tetaplah bayarkan jumlah cicilan yang sama, tapi kali ini bukan pada kreditormu, tapi langsung ke rekening tabunganmu!

Selamatkan Pendapatan Tak Terduga
Dapat bonus? Atau penggantian yang lewat jatuh tempo dari kantor? Tambahan sangu dari Bapak dan Ibu? Simpanlah semuanya ke dalam rekening tabunganmu--dan bukan dompetmu--karena semua dompet dan kantong punya lubang tak terlihat, dan uang yang disimpan di dalamnya bisa menguap cuma dalam tempo 24 jam!!!

Hentikan Kebiasaan Yang Memboroskan Uang
Bayangkan jumlah yang bisa kamu tabung dalam setahun jika kamu berhenti merokok, makan junk food, atau membeli kudapan untuk teman menonton televisi (hal-hal itu juga tidak bagus buat kesehatanmu, kan?).

Juallah Asetmu
Kamu akan merasa lebih leluasa jika kamu jual semua barang yang tidak kauperlukan, yang hanya memenuhi rumahmu saja. Cairkan mereka! Dapatkan uang sebagai penggantinya.


Ya. Jadilah penabung yang kreatif. Ada ide lain?


Tuesday, April 10, 2012

Menabunglah Sebanyak Mungkin!




Oleh Bo Sanchez

Aku menyarankanmu untuk menabung setidaknya 10% dari pendapatanmu. Hmmm, aku nyaris bisa mendengarmu sekarang: "Bo, itu Mission: Impossible!!!" Masa sih?! Lalu bagaimana hidupmu tiga tahun yang lalu, waktu gajimu lebih sedikit?

Berkorbanlah! Kebanyakan kebutuhan kita sejatinya adalah keinginan. Apakah TV kabel sebuah kebutuhan? Apakah kamu bakalan tahu-tahu mati karena tidak menonton CNN atau HBO? Apakah keanggotaan di klub golf yang baru itu mutlak perlu untuk eksistensimu? Apakah lebarnya layar televisimu berbanding lurus dengan tingginya kualitas hidupmu?

Menabung bisa menjinakkan monster Aku-Ingin-Sekarang-mu. Menabung akan membuat damai jiwamu dan membuat dirimu lebih percaya diri akan masa depanmu.

Berinvestasilah dalam deposito, saham jangka panjang, dan properti. Begini gambaran sederhananya: jika kamu menabung Rp 400.000,- sebulan dengan bunga majemuk 6% per bulan, maka setelah 20 tahun kamu akan mendapatkan sekitar Rp 300 juta. Oke, oke, aku mendengar keberatanmu, "Duit segitu 20 tahun lagi, bisa dipakai buat apa? Membeli t-shirt??" Terus saja tertawa. Tapi dua puluh tahun dari sekarang, mendingan aku melenggang dengan "cuma" Rp 300 juta di kantongku, daripada tidak ada sama sekali.

Bantulah dirimu sendiri.

Menabunglah sebanyak yang kamu bisa.



(Bab Kesepuluh dari buku SIMPLIFY And Live a Good Life)
Gambar dari Google.

Saturday, April 7, 2012

Jangan Biarkan

Sebuah puisi karya Rabindranath Tagore

 
Jangan biarkan aku berdoa agar terlindungi dari marabahaya,
melainkan agar aku tak gentar menghadapinya.

Jangan biarkan aku memohon agar penderitaanku mereda,
melainkan agar hatiku mampu mengalahkannya. 

Jangan biarkan aku mencari sekutu dalam medan perang kehidupan ini,
melainkan mencari kekuatan yang ada dalam diriku sendiri.

Jangan biarkan aku menginginkan rasa takut dan khawatirku dienyahkan,
melainkan agar harapanku tumbuh dalam bersabar untuk memenangkan kebebasan.

Berilah aku karunia agar tak menjadi seorang pengecut,
yang hanya merasakan belas kasih-Mu dalam keberhasilanku.

Biarkan aku merasakan genggaman tangan-Mu pula dalam kegagalanku.


Tautan asli dan gambar:

Sunday, April 1, 2012

Sebaiknya Ditengkurapkan Saja!


Tidak banyak inspirator yang berusia belia. Daniel Wong adalah salah satu dari yang sedikit ini. Blognya, Living Large, yang ber-tagline “Dream big. Start small. Act now.” berisi puluhan inspirasi yang sepertinya ditujukan buat pelajar dan anak-anak muda untuk mulai bertindak mencapai impian mereka. Salah satunya saya terjemahkan secara semena-mena di bawah ini.

Kalau kamu naruh ponsel di atas meja, misalnya pas lagi makan siang bareng teman-teman, kamu meletakkannya tengkurap atau telentang? Tengkurap itu maksudnya layar ponsel menghadap ke meja, kalau telentang berarti layarnya menghadap ke atas.

Ternyata, dari cara meletakkan ponselnya, kita bisa mengetahui banyak tentang sifat orang tersebut. 

Dalam sebuah artikel tentang apakah teknologi membuat hidup kita lebih bahagia, disebutkan adanya dua tipe pengguna ponsel: tipe telentang dan tipe tengkurap.

Dibandingkan dengan tipe tengkurap, tipe telentang lebih memasrahkan dirinya untuk selalu diinterupsi oleh panggilan telepon, SMS, pesan-pesan di messenger, atau selalu merasakan kebutuhan yang muncul tiba-tiba untuk mengecek keadaan cuaca, kondisi bursa saham, atau bahkan gosip-gosip terhangat.Tipe telentang mudah sekali teralihkan perhatiannya oleh hal-hal yang dianggapnya lebih penting dan lebih menarik dibandingkan dengan teman-teman dan keadaan yang secara fisik sedang berada bersamanya.Bahkan ada yang bilang, orang-orang tipe telentang itu kadang-kadang cuma kepingin mengusap-usapkan jemari mereka pada layar ponsel saja tanpa tujuan tertentu. 



Sebenarnya ada suatu spektrum yang sangat lebar tentang seberapa commit kita atas kehadiran kita baik secara fisik maupun mental bersama orang-orang di sekitar kita.

Tergantung pada siapa yang sedang bersama kita, kita semua bisa berada pada bagian mana pun dalam spektrum itu. Kalau kamu lagi bersama seorang sahabat, misalnya, tentu kamu akan mencurahkan segenap perhatianmu padanya (hampir selalu begitu, sih). Tapi kalau kamu melewatkan waktu dengan seorang kenalan yang membosankan, maka secara naluri kamu akan melakukan sesuatu yang bisa menghibur dirimu, salah satunya adalah dengan bermain-main dengan ponselmu sendiri.


Kok bisa ya, teman-teman Facebook lebih menarik daripada teman-teman di dunia nyata?

Sebenarnya kita sepenuhnya sadar bahwa kita harus memprioritaskan teman-teman yang secara fisik berada bersama kita. Tapi kenapa kita bisa dengan gampangnya terdistraksi oleh hal-hal yang sifatnya maya?

Alasannya adalah karena dalam dunia maya--chatting dan SMS termasuk di dalamnya--kamu bisa memilih untuk melakukan hanya hal-hal yang ingin kamu lakukan.

Status temanmu nggak terlalu menarik? Gampang. Nggak usah nge-Like.


Video yang diunggah sepupumu garing? Ya nggak usah kasih comment.

Ibumu mengirimkan SMS sesuatu yang menurutmu tidak memerlukan jawaban langsung? Ya dijawab nanti saja kalau memang sudah waktunya menjawab.

Perilaku kita di dunia maya adalah berdasarkan self-gratification, berpusat pada kepuasan diri. Kita melakukan hanya hal-hal yang membuat kita merasa nyaman, bukan hal-hal yang memang seharusnya dilakukan.

Di dunia nyata, perilaku berdasarkan self-gratification ini tidak berlaku. Kamu nggak bisa semena-mena melakukan apa pun yang bisa membuat dirimu merasa nyaman, tanpa memerhatikan kenyamanan orang lain. Ada banyak tanggung jawab yang harus diemban dalam berperilaku di dunia nyata. Misalnya nih, kamu "harus" selalu bersikap sopan santun. Kamu "harus" berpura-pura mendengarkan saat kamu sedang nggak mood. Kamu "harus" tersenyum saat batinmu menangis (halah!). Kamu harus berpikir dulu sebelum mengatakan apa yang ada dalam benakmu.


Menjadi orang baik dan menyenangkan di dunia nyata terasa jauh lebih susah, bukan?!



Jadi sebaiknya tengkurapkan saja!

Dengan semua tanggung jawab yang harus diemban dalam berperilaku di dunia nyata, nggak heran kalau kita sering melarikan diri ke dunia maya yang bebas tanggung jawab dan meninggalkan dunia nyata yang penuh dengan norma-norma sosial.

Minggu lalu aku ngobrol dengan seseorang selama lima menit, dan dia nggak pernah sekali pun mengalihkan pandangannya dari layar komputer selama kami bercakap-cakap. (Aku nggak semenjijikkan itu, kan?)

Itu salah satu contoh orang yang tidak memedulikan norma-norma sosial hanya untuk memuaskan keinginannya melakukan sesuatu yang dia sukai. 

Tapi mari kita mundur dan berpikir sejenak.


Kita pasti menginginkan sebuah hubungan pertemanan yang lebih dalam daripada sekadar teman Facebook, kan? Kita nggak kepingin cuma punya teman di dunia maya, kan?


Nah, untuk membangun hubungan seperti itu, salah satu caranya justru adalah dengan menjadi orang tipe tengkurap. Sebagai orang yang baru saja menggunakan smartphone, aku ngerti sengerti-ngertinya bahwa sangatlah susah mengatakan "tidak" pada dunia maya yang sekarang ada dalam genggaman.

Pada akhirnya, aku sadar bahwa menjadi orang tipe tengkurap itu butuh komitmen. Terutama kalau ponselmu berjenis smartphone.

Ketika kamu meletakkan ponselmu dengan layar menghadap ke meja, kamu sebenarnya sedang mengisyaratkan sesuatu, baik pada dirimu sendiri maupun kepada orang-orang di sekitarmu, bahwa kamu mematikan gangguan-gangguan, kamu mematikan keinginanmu untuk menghibur diri sendiri, kamu mematikan kepuasan dirimu.

Jadi, sebaiknya kita tengkurapkan saja ponsel kita, karena hanya dengan itulah kita menunjukkan kepada orang-orang yang sedang bersama kita bahwa kehadiran mereka penting dalam kehidupan kita.


Tautan asli dan gambar: http://www.daniel-wong.com/2011/11/13/why-you-should-place-your-phone-on-the-table-screen-facing-down/