Paulo Coelho membagikan cerita ini dalam blognya, dan mengingatkan saya bahwa hidup yang simpel adalah hidup yang dijalani sesuai dengan apa yang kita yakini.
Bertahun-tahun
aku bekerja dalam sebuah pendampingan paliatif. Pasienku adalah
orang-orang yang telah dinyatakan secara medis tak bisa disembuhkan dari
penyakitnya. Aku berada di tengah-tengah mereka selama tiga sampai dua
belas minggu terakhir dalam hidup mereka.
Ketika ditanya
tentang penyesalan-penyesalan yang mereka rasakan, atau hal-hal yang
ingin mereka ubah di masa lalu, beberapa jawaban umum selalu mengemuka.
Inilah lima jawaban yang paling umum:
1. Aku
menyesal tak punya cukup nyali untuk menjalani hidup sesuai dengan yang
aku yakini, bukan hidup yang orang lain harapkan aku jalani.
Ketika
orang menyadari bahwa hidup mereka hampir berakhir, dan menengok
kembali ke belakang, sangatlah mudah untuk melihat betapa banyak impian
yang berlalu tanpa dijadikan kenyataan. Kebanyakan orang harus meninggal
dengan mengetahui bahwa semua ini terjadi karena pilihan yang telah
mereka buat, atau yang tidak mereka buat. Pada saat kamu kehilangan
kesehatanmu, semuanya sudah terlambat. Kesehatan memberikan sebuah
kebebasan, yang jarang sekali kita sadari sampai kita kehilangannya.
2. Seandainya saja dulu aku tidak bekerja terlalu keras.
Penyesalan
yang satu ini datang dari setiap pasien priaku. Seluruh pria yang
kurawat merasa sangat menyesal telah melewatkan terlalu banyak waktu
dalam hidup mereka untuk bekerja, dan mengabaikan hal-hal penting lainnya.
3. Aku menyesal tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku.
Banyak
orang memendam perasaannya supaya tetap berdamai dengan orang lain.
Akibatnya mereka menjalani hidup setengah-setengah, dan tidak pernah
menjadi sesuatu yang sebenarnya mampu mereka capai. Padahal banyak penyakit yang
berkembang akibaat kepahitan dan dendam yang mereka bawa-bawa seumur hidup
mereka.
4. Aku menyesal telah kehilangan teman-temanku.
Seringkali
orang tidak menyadari arti kawan-kawan lama sampai minggu-minggu
terakhir dalam hidupnya, dan pada saat itu tidaklah mudah untuk melacak
keberadaan orang-orang itu. Banyak orang begitu terperangkap dalam
kehidupannya sendiri sampai-sampai membiarkan persahabatan yang indah
memudar dan berlalu seiring berjalannya waktu. Ada penyesalan yang begitu dalam karena tidak memberikan cukup waktu dan perjuangan untuk mempertahankan persahabatan. Setiap orang selalu merindukan
kehadiran teman-teman mereka ketika hidup mereka akan berakhir.
5. Seandainya saja dulu aku membiarkan diriku lebih berbahagia.
Ini
suatu hal yang sangat mengejutkan. Banyak orang terlambat menyadari
bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Mereka semua terpaku pada
rutinitas dan bertahan pada kebiasaan-kebiasaan lama, sesuatu yang
disebut "kenyamanan" karena kebiasaan telah merasuki perasaan mereka,
dan fisik mereka juga. Ketakutan akan perubahan membuat mereka
berpura-pura pada orang lain, dan pada diri sendiri, bahwa mereka sudah
cukup puas dengan apa yang ada. Di balik itu, sebenarnya mereka begitu
mendambakan bisa tertawa lepas dan mendapatkan kembali keceriaan dalam
hidup mereka.
Catatan penerjemah:
Aku selalu sepakat dengan yang dikumandangkan lantang-lantang oleh Jon Bon Jovi dalam It's My Life, "I just wanna live while I'm alive."
Aku cuma kepingin hidup selagi masih hidup.
Diterjemahkan asal jadi dari "The Five Regrets"
Tautan asli: http://paulocoelhoblog.com/2011/06/23/regrets/
No comments:
Post a Comment