Thursday, January 5, 2012

Simpelkan Hidupmu--dan Hiduplah Lebih Hidup!

Bo Sanchez adalah salah satu guru besar saya dalam hal simpel-menyimpelkan hidup. Salah satu bukunya, Simplify--and Live the Good Life adalah sumber inspirasi saya untuk tetap menjaga kesederhanaan dan meraih kehidupan yang lebih ringan dan menyenangkan. Mulai hari ini sampai beberapa minggu ke depan, saya akan membagikan beberapa bagian dari buku simpel itu. Semoga teman-teman semua pada akhirnya bisa memahami mengapa dan bagaimana buku itu bisa mengubah kehidupan saya. Selamat menikmati.


Orang tuaku menghirup kesederhanaan.

Oksigen juga, sih…. Tapi semuanya kan juga begitu!

Ayah adalah seorang assistant vice president di sebuah perusahaan terkemuka. Toh, aku tidak pernah merasa menjadi anak orang kaya. Orang tuaku punya aturan bahwa hidup harus dijalani di bawah kemampuan mereka. Anak seorang jutawan bisa pergi ke mana-mana dengan sebuah Mercy mulus; aku harus merasa puas mengendarai Toyota kami yang umurnya sudah 16 tahun, yang suara mesinnya supermegaberisik.  Anak-anak orang kaya diantar-jemput oleh chauffeur (bukan sekadar sopir) ke sekolah, sedangkan aku sejak kelas 3 SD harus selalu naik jeepney, kendaraan umum khas Filipina yang ngejreng-ngejreng itu—duduk, berdiri, ataupun bergelantungan bagaikan bendera yang berkibar-kibar oleh angin kencang.

Orang-orang kaya makan mewah setiap hari. Buatku, kemewahan kuliner yang bisa aku dapatkan adalah saat Ibu membelikan Coke™ untuk makan siang kami di hari Minggu—satu-satunya kesempatan kami menikmati minuman populer itu. Benar. Aku nggak bohong!

Anak-anak jutawan mengenakan pakaian impor dari Amerika, Inggris, atau Prancis. Aku mengenakan merk-merk lokal dari Avenida, Escolta, dan Pasay.

Rumah-rumah gedong kepunyaan orang kaya dan terkenal selalu terlihat seperti showroom barang-barang antik, lengkap dengan guci-guci dari Mesir yang konon berasal dari zaman Nefertiti. Dengar-dengar, salah satu dari vas bunga raksasa itu harganya sebanding dengan harga sebuah rumah! Tentu saja, kami nggak mau kalah. Kami juga punya vas bunga di rumah. Kalau pengetahuan arkeologiku cukup mumpuni, rasanya vas bunga kami berasal dari zaman Nescafe. Beda tipis kan, sama  Nefertiti?!

Rumah-rumah mereka punya kamar bermain dengan Barbie dan Power Rangers seukuran manusia. Sedangkan satu-satunya caraku bermain dengan mainan mahal adalah dengan mengaguminya dari etalase toko dan menggunakan imajinasiku sepuas-puasnya. Dengan cara itu, aku bisa memiliki semua mainan di seluruh dunia.

Kamu bakalan kaget dengan apa yang akan aku bilang, bahwa dengan semuanya itu, tidak pernah sekalipun sepanjang ingatanku aku merasa hidupku sengsara.

Begini alasannya.

Aku selalu ingat saat Ayah pulang setiap malam dari kantornya, kami selalu jogging bersama-sama—memutari mobil tua kami yang terparkir di halaman. (Ayah bilang, toh kami tidak sedang berlomba di olimpiade.) Kemudian, aku akan duduk di pangkuannya, dan kami mulai bercakap-cakap tentang segala permasalahan yang ada di alam semesta ini. Setelah makan malam, kami akan membaca komik bersama-sama. Favoritku adalah Tarzan, sampai aku melewati masa puber. Setelah itu, hehehe…. Favoritku adalah Jane.

Hampir setiap Sabtu siang adalah waktu ayah-dan-anak. Kami akan berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan, di mana Ayah akan membelikanku hotdog. Lalu kami akan kembali pulang dengan membawa sedikit oleh-oleh untuk Ibu, biasanya sebatang cokelat kesukaannya. Tentu saja, aku selalu minta beberapa gigit pada Ibu.

Aku pikir, kebersamaan dengan Ayah dan ibu adalah satu-satunya hal yang diinginkan oleh hati seorang anak kecil sepertiku.

Dan aku mendapatkannya. Setiap hari.

*****

Aku percaya bahwa Tuhan menuliskan “peta kebahagiaan” dalam selembar perkamen yang simpel—seperti sebuah peta harta karun yang tertulis pada kertas cokelat yang kumal. Akibatnya, banyak orang yang mengabaikan peta itu, dan lebih tertarik pada peta-peta lain yang lebih mengilap, bersih, dan full-color. Tapi jika mereka mengikuti peta-peta ini, pada akhirnya mereka akan kecapaian, seperti seekor anjing yang mengejar ekornya sendiri.

Aku punya sebuah saran yang radikal.

Simpelkan hidupmu.

Simpelkan hidupmu, karena kamu ingin menemukan kedalaman jiwamu.

Simpelkan hidupmu, karena kamu ingin mulai hidup berkelimpahan.

Simpelkan hidupmu, karena kamu ingin mencintai dari dalam hati yang murni.

Namun ingatlah bahwa simplisitas (kesimpelan) hanya langkah pertama dari perjalanan ini. Memiliki peta harta karun, mengingat-ingat isinya, mem-fotokopinya ribuan kali, dan menyimpannya dalam brankas tidak akan membuatmu menemukan emasnya. Kamu masih perlu mengarungi samudra, mendaki puncak-puncak gunung, melintasi lembah-lembah, dan menelusuri gua-gua.

Simplisitas akan menunjukkan padamu di mana, apa, dan siapa emas dalam hidupmu. Begitu kamu mengetahui emasmu, permainannya baru dimulai.

Apakah kamu akan menjaga emasmu?

Orang tuaku mengetahui apa emasnya: (1) mereka berdua, (2) keenam anak mereka, dan (3) iman mereka. Mereka mencoba hidup dengan murni supaya bisa meluangkan waktu untuk hal-hal paling penting dalam hidup mereka.

Mereka tidak menyibukkan diri dengan membeli rumah yang lebih besar, karena itu berarti mereka harus bekerja lebih keras untuk membayar cicilan bulanan, dengan bekerja lembur atau bekerja dobel. Lalu siapa yang akan pergi jogging dengan Bo kecil setiap malam? Siapa yang akan membacakan Tarzan untuknya? Mereka tidak membebani diri dengan membeli sebuah BMW (bukan Bebek Merah Warnanya, ya…), karena itu akan menambah pikiran mereka tentang biaya perawatan dan tagihan-tagihannya. Lagipula, berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan setiap Sabtu siang bersama anaknya membuat Ayah cukup bugar, dan membuat Bo kecil merasa istimewa.

Salah satu kenikmatan hatiku adalah melihat Ayah dan Ibu di kamar mereka di malam hari, setelah doa malam kami sekeluarga. Lampunya sudah dimatikan, tapi aku masih bisa melihat bayangan Ayah duduk di kursi tuanya dan Ibu berdiri di belakangnya, memijit pundak Ayah dengan lembut. Aku bisa mendengar percakapan mereka tentang apa saja yang terjadi di hari itu. Bahkan sebagai seorang anak kecil, aku bisa merasakan keheningan yang menenangkan dalam kebersamaan mereka. Pertanyaanku sekarang: Bisakah mereka melakukan ritual kasih sayang itu setiap malam dan memperteguh pernikahan mereka, seandainya mereka sibuk memikirkan cara membayar baju-baju buatan desainer ternama yang mereka dan anak-anak mereka pakai, atau jika mereka mengkhawatirkan cicilan bulanan untuk pembelian perabotan-perabotan hi-tech yang sebenarnya tidak terlalu mereka perlukan?

Aku yakin mereka tidak bisa.

Dan aku sudah membuat keputusan: Aku juga tidak menginginkan hidup yang seperti itu.

Maka adalah sebuah kehormatan bagiku untuk membawamu ke puncak-puncak dan lembah-lembah dalam perjalanan ini menuju kehidupan yang simpel dan membahagiakan.


Bagian ini adalah Pengantar dari buku Simplify--and Live the Good Life.

Gambar: Google.
 

No comments:

Post a Comment